بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Salah satu di antara tawanan ternyata ada
yang ditebus dengan kalung milik Khadijah, istri pertama Rasulullah. Tawanan
itu tak lain adalah menantu Rasulullah yang ditebus oleh istrinya, Zainab binti
Rasulullah. Dialah Abu Al-Ash bin Robi.
Dalam kehidupan masyarakat Quraisy,
berdagang merupakan mata pencaharian utama bagi kelangsungan hidup mereka. Para
pedagang Mekkah biasanya menitipkan barang dagangan mereka kepada ketua
kelompok kafilah dagang mereka. Kafilah dagang biasanya dipilih dari kalangan
terhormat dan dipercaya mempunyai keahlian dagang sehingga dapat memperoleh
banyak keuntungan.
Ialah
Abu Al-Ash bin Robi, salah satu saudagar sukses yang berasal dari suku
terpandang yakni suku Abdu Syams. Di usianya yang masih muda, ia telah dikenal
sebagai seorang pedagang yang banyak meraup keuntungan karena keahlian dan
kejujurannya dalam berdagang.
Kesuksesannya juga didukung oleh
kekerabatannya dengan seorang saudagar terkenal, yakni Khadijah binti
Khuwailid, istri pertama Rasulullah. Hubungannya sebagai keponakan Khadijah
inilah yang kemudian membawanya dekat dengan keluarga Rasulullah.
Bekal kecerdasan dan kejujuran yang
dimiliki Abu Al-Ash bin Robi membuat Khadijah berniat untuk menikahkannya
dengan putrinya, yakni Zainab bin Muhammad. Sejarah tidak mencatat kapan Abu
Al-Ash bin Robi datang melamar Zainab binti Muhammad.
Rasulullah yang saat itu belum memperoleh
predikat kenabian, merestui pernikahan putrinya dengan pemuda jujur dan
terpandang. Dia adalah orang jujur dan orang yang sangat amanah. Dan teruji
amanah ini sehingga ia adalah orang yang layak untuk dinikahkan dengan putri
Rasulullah. Semua peristiwa ini terjadi sebelum Muhammad menjadi Nabi.
Setelah kejadian itu, kehidupan rumah
tangga mereka berjalan dengan sangat harmonis. Mereka tercatat sebagai pasangan
suami istri yang saling mencintai, hingga tibalah saat tugas menyampaikan
risalah Islam datang kepada Muhammad. Saat itu Rasulullah diperintahkan untuk
menyampaikan Islam kepada keluarga dan kerabat terdekat.
Saat itu, beberapa keluarga terdekat dan
putri-putri Rasulullah segera menerima Islam sebagai keyakinan barunya. Namun
ajakan Islam ternyata tidak disambut oleh menantu-menantu Rasulullah. Mereka
tidak ingin berpaling dari ajaran nenek moyang mereka. Hal ini membuat
Rasulullah sedih atas perbedaan akidah yang berada di dalam rumah tangga
putri-putri Rasulullah. Namun, Rasulullah tak mampu menarik kembali putri-putrinya,
sebab pada saat itu syariat yang melarang pernikahan perbedaan agama belum
turun kepadanya.
Rasulullah dengan berat hati harus
merelakan putrinya, Zainab untuk hidup bersama suami sahnya, Abu Al-Ash bin
Robi meski mereka berbeda keyakinan. Sementara itu, di saat ancaman kaum
Quraisy sudah tak terbendung lagi, Rasulullah memutuskan untuk berhijrah ke
Madinah. Di sinilah Abu Al-Ash bin Robi tetap mempertahankan Zainab, istri yang
sangat dicintainya agar tetap berada di sisinya, di kota Mekkah.
Hijrahnya Rasulullah dan umat Muslim ke
Madihan, ternyata tidak mengindikasikan bahwa perselisihan antara umat muslim
dan kaum kafir Quraisy berakhir. Perseteruan kian memanas hingga akhirnya kaum
Quraisy sepakat untuk mengirimkan seribu pasukannya ke medan Badar di tahun
ke-2 Hijriyah. Di antara pasukan-pasukan yang ditugaskan tersebut, Abu Al-Ash
termasuk di dalamnya.
Namun, bukan keinginan hati Abu Al-Ash
untuk berperang melawan Muslimin, terlebih melawan Rasulullah yang tak lain
adalah mertuanya sendiri. Semua itu dilakukan olehnya karena ia berada dalam
lingkungan masyarakat Quraisy dan berada di bawah tekanan masyarakat Quraisy.
Dengan berat hati Abu Al-Ash berperang dan menghunuskan pedangnya di Perang
Badar.
Sementara itu, kaum Quraisy merasa yakin
bahwa mereka akan memenangkan pertempuran dan berhasil menghabisi umat Muslim
yang berjumlah hanya sepertiga dari jumlah pasukan mereka. Namun, di luar
dugaan, kaum Muslimin berhasil memenangkan peperangan. Tak sedikit ghanimah
atau harta rampasan perang yang didapatkan kaum Muslimin. Dan tak sedikit pula
pasukan Quraisy yang menjadi tawanan, termasuk Abu Al-Ash bin Robi.
Rasulullah pun memusyawarahkan penanganan
para tawanan itu dengan para sahabatnya. Beliau meminta kepada mereka untuk
menyampaikan saran dan pendapat tentang apa yang harus dilakukan terhadap para
tawanan mereka.
Abu Bakar menyarankan agar Rasulullah
meminta uang tebusan untuk pembebasan tiap-tiap tawanan. Menurut Abu Bakar, hal
itu akan menaikkan citra kekuatan kaum Muslimin di mata orang-orang kafir. Maka,
Abu Bakar pun berkata, “Dengan begitu, siapa tahu mereka nanti
tertarik untuk masuk Islam.”
Namun, Umar bin Al-Khattab memberikan
saran yang cukup mencengangkan bagi kita. Ia menyarankan kepada Rasulullah
untuk membunuh para tawanan itu karena menurutnya orang-orang tersebut adalah
para pemimpin orang kafir.
Rasulullah pun cenderung untuk menerima
pendapat Abu Bakar. Namun, ternyata belakangan Allah menurunkah sebuah ayat
yang memihak kepada pendapat Umar. Allah berfirman:
مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ
لَهُ أَسْرَىٰ حَتَّىٰ يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ ۚ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا
وَاللَّهُ يُرِيدُ الْآخِرَةَ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia
dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
QS:Al-Anfaal | Ayat: 67
QS:Al-Anfaal | Ayat: 67
لَوْلَا كِتَابٌ مِنَ اللَّهِ
سَبَقَ لَمَسَّكُمْ فِيمَا أَخَذْتُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu
dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu
ambil.
QS:Al-Anfaal | Ayat: 68
QS:Al-Anfaal | Ayat: 68
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ
حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu
ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS:Al-Anfaal | Ayat: 69
QS:Al-Anfaal | Ayat: 69
Sebenarnya, pada masa awal kedatangan
Islam, mengambil tebusan dari tawanan masih dihalalkan. Sesudah masa itu,
keputusan diserahkan kepada pemimpin untuk menentukan apakah seorang tawanan harus
dibunuh, membayar uang tebusan, atau dibebaskan. Hal itu berlaku kepada semua
tawanan selain perempuan dan anak-anak. Dengan kata lain, kaum Muslimin tidak
diperbolehkan membunuh tawanan selama mereka tidak memerangi kaum Muslimin.
Allah berfirman:
فَإِذَا لَقِيتُمُ
الَّذِينَ كَفَرُوا فَضَرْبَ الرِّقَابِ حَتَّىٰ إِذَا أَثْخَنْتُمُوهُمْ
فَشُدُّوا الْوَثَاقَ فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً حَتَّىٰ تَضَعَ
الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ۚ ذَٰلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ
وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ ۗ وَالَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan
perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan
mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau
menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki
niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebahagian
kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah,
Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.
QS:Muhammad | Ayat: 4
QS:Muhammad | Ayat: 4
Maka, Rasulullah pun mengumumkan agar
tawanan harus membayar tebusan untuk membebaskan diri mereka. Zainab yang mendengar
tebusan tersebut segera mengirimkan kalung yang merupakan hadiah pernikahan
dari Khadijah untuk menebus sang suami.
Apa yang dilakukan oleh Zainab sungguh
menyentuh hati Rasulullah. Kalung perhiasan yang digunakan Zainab untuk
membebaskan Abu Al-Ash telah membuka kenangan saat-saat indah Rasulullah dengan
sang istri tercinta, Khadijah binti khuwailid. Rasulullah pun meminta
persetujuan kepada para sahabat untuk membebaskan Abu Al-Ash tanpa tebusan.
Maka bebaslah Abu Al-Ash dari tawanan
Perang Badar, tetapi dengan syarat Abu Al-Ash harus mengembalikan Zainab kepada
Rasulullah. Dan persyaratan itu pun disanggupi oleh Abu Al-Ash.
Abu Al-Ash pun memenuhi janjinya. Ia
memulangkan sang istri kepada Rasulullah dengan mengutus saudaranya untuk mengantarkan
Zainab ke Madinah. Meski hatinya enggan untuk berpisah dengannya, Abu Al-Ash
tetap menunjukkan komitmennya kepada Rasulullah.
Hari-hari berikutnya, ia menjalani
hidupnya tanpa Zainab di sisinya. Begitu besar cintanya terhadap Zainab dan
begitu hormatnya ia kepada sang mertua meskipun ia enggan mengakui
kerasulannya.
Sejarah tidak menemukan catatan apakah Abu
Al-Ash ikut terlibat di peperangan selanjutnya melawan Muslimin setelah Perang
badar.
Di tahun 6 H, Abu Al-Ash dipercaya memimpin
kafilah dagang menuju ke Syam. Di dalam hatinya saat akan berangkat menuju ke
Syam, ia sangat berharap agar bisa kembali bertemu dengan istrinya. Baginya tak
ada wanita lain yang mampu menggantikan Zainab di sisinya.
Maka berangkatlah ia untuk memimpin
kafilah dagang yang membawa 100 unta. Perdagangannya sukses di Syam. Dan saat
akan kembali ke Mekkah, kafilah dagangnya bertemu dengan sekelompok kaum
Musllimin yang kemudian mencegat dan menawan mereka.
Maka dibawalah kafilah dagang Quraisy ke
Mainah. Beruntunglah Abu Al-Ash, karena ia berhasil lolos dari sergapan.
Diam-diam ia menyelundup ke Madinah dan meminta perlindungan istrinya. Setelah
shalat Shubuh, Zainab mengumumkan bahwa ia melindungi Abu Al-Ash.
Namun, Rasulullah mengingatkan saat itu
syariat yang mangharamkan pernikahan berbeda keyakinan telah turun, sehingga
secara otomatis Zainab bercerai dengan Abu Al-Ash bin Robi.
Atas jaminan keamanan Zainab, Abu Al-Ash
menemui kaum Muslimin dan meminta agar kafilah dagangnya dikembalikan. Hal itu
dilakukannya karena ia merasa bertanggung jawab atas barang dagangan yang
diamanahkan dari kaum Quraisy kepadanya.
Rasulullah pun kembali melibatkan para
sahabat untuk menentukan keputusan yang akan diambil. Sebab, ghanimah atau
harta rampasan perang menjadi harta yang halal untuk dimiliki. Namun, kebesaran
hati Rasulullah dan para sahabat, membuat mereka akhirnya memutuskan untuk
mengembalikan kafilah dagang yang dipimpinan oleh Abu Al-Ash bin Robi.
Berkat perlindungan Zainab yang tak lagi
menjadi istrinya, ia pun kembali pulang dengan aman tanpa kekurangan
sesuatupun. Sesampainya di Mekkah, Abu Al-Ash segera memenuhi amanah dengan
memberikan hak-hak kaum Quraisy yang dititipkan kepadanya.
Setelah ia memastikan semua hak telah terpenuhi,
ia pun mengumumkan keislamannya dan kembali menuju ke Madinah untuk bertemu
dengan Rasulullah. Dengan begitu, ia pun kembali menjadi suami yang sah bagi Zainab
binti Muhammad. Tak tergambarkan kegembiraannya dapat kembali hidup bersama
Zainab.
Namun, kebersamaan tersebut tak berlangsung
lama karena dua tahun kemudian mereka harus kembali dipisahkan dengan maut.
Zainab binti Muhammad wafat pada tahun 8 H. Tahun ini menjadi tahun kesedihan
yang mendalam bagi Abu Al-Ash bin Robi.
Tak tercatat bagaimana kisah hidup Abu
Al-Ash bin Robi setelah wafatnya Zainab, namun tak lama setelah itu, Abu Al-Ash
pun wafat di tahu 12 H. kisah cinta sejati Abu Al-Ash bin Robi dengan Zainab
binti Muhammad kembali berlanjut dalam kehidupan abadi di akhirat kelak.
Selamat kepada Abu Al-Ash bin Robi. Semoga
Allah meridhaimu, wahai Abu Al-Ash.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
6 komentar:
wah jadi nambah wawasan lagi nih,,, saya baca dulu yaa :D
singgah keisni saya dapat manfaat ilmu.. terima sudah berbagi
blogwalking :)
banyak yah tokoh-tokoh islam yag berjasa untuk kejayaan islam seperti sekarang ini
Artikel yang sangat menarik dan bermanfaat :)
thanks udah share ..
blogwalking Just For Share
allahuakbar...
:)
http://tutorialsemua.blogspot.com/
makasih gan nambah wawasan ilmu ane
Posting Komentar