Senin, 13 Januari 2014

Filled Under:

Suhail bin Amr (Dari Tawanan yang Dibebaskan Menjadi Pahlawan yang Gugur Syahid).

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

     ketika ia menjadi tawanan kaum Muslimin di Perang Badar, Umar bin Al-Khattab mendekati Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, biarkan saya mencabut gigi seri Suhail bin Amr agar ia tidak dapat berpidato mencela dirimu lagi setelah ini.

     Rasulullah bersabda, “Jangan wahai Umar, aku tidak akan merusak tubuh seseorang karena nanti Allah akan merusak tubuhku walaupun aku ini seorang Nabi.

     Kemudian Rasulullah menarik Umar ke dekatnya, lalu bersabda, “Wahai Umar, mudah-mudahan esok pendirian Suhail akan berubah menjadi seperti yang kamu sukai.

     Ketika pengabaran dari Rasulullah tersebut menjadi kenyataan, Suhail bin Amr yang sebelumnya ahli pidato tersohor bagi Quraisy itu beralih menjadi pidato ulung bagi Islam. Ia berubah dari seorang musyrik yang fanatic menjadi seorang Mukmin yang taat. Kedua matanya tidak pernah kering dari air mata disebabkan takutnya kepada Allah. Ia, yang sebelumnya merupakan salah seorang pemuka dan panglima Quraisy itu, berganti haluan menjadi prajurit yang tangguh di jalan Islam; seorang prajurit yang telah berjanji terhadap dirinya akan selalu ikut berjihad dan berperang sampai mati dalam peperangan dengan harap Allah akan mengampuni semua dosanya di masa lalu.

     Siapakah sebenarnya orang musyrik keras kepala yang kemudian menjadi seorang Muslim yang bertakwa dan akhirnya gugur syahid itu?

     Itulah dia Suhail bin Amr, salah seorang pemimpin Quraisy yang dibela serta termasuk orang pintar yang cerdas dan dipercaya pendapatnya. Dialah yang diutus oleh kaum Quraisy untuk meyakinkan Rasulullah agar membatalkan rencananya memasuki Mekkah pada waktu peristiwa Hudaibiyah.

     Pada akhir tahun 6 H, Rasulullah bersama para shahabatnya mengadakan perjalanan ke Mekkah dengan tujuan berziarah ke Baitullah dan melakukan umrah, bukan hendak berperang, dan mereka juga tidak mengadakan persiapan untuk peperangan. Keberangkatan mereka ini diketahui oleh Quraisy, sehingga mereka keluar untuk menghalangi jalan kaum Muslimin dan membatalkan niat mereka. Suasana pun menjadi tegang dan hati kaum Muslimin berdebar-debar. Rasulullah bersabda kepada para shahabatnya, “Jika pada waktu ini Quraisy mengajak kita untuk mengambil langkah ke arah pertalian silaturahmi, aku pasti mengabulkan.

     Quraisy pun mengirim utusan demi utusan kepada Rasulullah. Beliau selalu memberitahukan kepada mereka bahwa beliau datang tidak untuk berperang, tetapi hanyalah untuk mengunjungi Baitul Haram dan menjunjung tinggi kesuciannya. Setiap utusan Quraisy kembali tanpa hasil, mereka mengirim lagi utusan yang lebih bijak dan lebih disegani, hingga sampai pada giliran Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi.

     Ia merupakan tokoh Quraisy yang paling kuat dan brilian. Menurut anggapan Quraisy, ia akan mampu meyakinkan Rasulullah untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, tidak lama setelah itu, Urwah kembali lagi dan berkata kepada mereka, “Wahai kaum Quraisy, aku ini pernah berkunjung kepada Kaisar, Kisra, dan Najasyi di istana mereka masing-masing. Namun, demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang raja yang dihormati oleh rakyatnya seperti halnya Muhammad dihormati oleh para shahabatnya. Aku melihat di sekelilingnya suatu kaum yang sekali-kali tidak akan rela membiarkannya mendapat cedera selamanya. Karena itu, pertimbangkanlah apa yang hendak kalian lakukan.

     Saat itulah orang-orang Quraisy bahwa usaha mereka tidak akan berhasil. Mereka akhirnya memutuskan untuk menempuh jalan perundingan dan perdamaian. Untuk melaksanakan tugas ini, mereka memilih pemimpin mereka yang tepat, yang tiada lain adalah Suhail bin Amr. Kaum Muslimin melihat Suhail saat ia datang dan mereka langsung mengenal siapa dia. Kedatangannya itu membuat kaum Muslimin memahami bahwa orang-orang Quraisy akhirnya berusaha untuk berdamai dan mencapai kesepakatan karena yang mereka utus ialah Suhail bin Amr.

     Suhail duduk berhadapan dengan Rasulullah dan terjadilah perundingan yang berlangsung lama di antara mereka dan berakhir dengan tercapainya nota kesepakatan damai. Dalam perundingan ini Suhail berusaha mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya bagi Quraisy. Hal ini dipermudah oleh toleransi luhur dan mulia dari Rasulullah yang berlangsung saat negosiasi dalam perdamaian tersebut.

     Hari terus bergulir hingga tibalah tahun 8 H. Rasulullah bersama kaum Muslimin berangkat untuk membebaskan Mekkah, yaitu setelah Quraisy melanggar perjanjian dan ikrar mereka dengan Rasulullah, serta orang-orang Muhajirin pun kembali ke kampung halaman mereka setelah mereka dulu diusir secara paksa. Mereka kembali bersama orang-orang Anshar, yang dahulu telah membawa mereka berlindung di Madinah dan mengutamakan mereka daripada diri sendiri. Islam kembali secara keseluruhannya dan mengibarkan panji-panji kemenangannya di angkasa luas. Mekkah pun membukakan semua pintunya.

     Orang-orang musyrik hanya bisa berdiri tanpa bisa berbuat apa-apa. Menurut anda, apakah nasib yang akan dialami oleh mereka sekarang ini? Apa gerangan yang akan diterima oleh orang-orang yang telah menyalahgunakan kekuatan mereka selama ini terhadap kaum Muslimin dengan melakukan pembunuhan, pembakaran, penyiksaan, dan membuat kelaparan?

     Rasulullah yang sangat pengasih itu tidak akan membiarkan mereka terlalu lama di bawah tekanan perasaan yang sangat pahit dan getir ini. Dengan dada yang lapang dan sikap yang lunak dan lembut, beliau menghadapkan wajah kepada mereka sambil bersabda dengan getaran dan irama suara bagai siraman air kasih sayang berkumandang di telinga mereka, “Wahai kaum Quraisy, menurut kalian apakah yang akan aku lakukan terhadap kalian?

     Mendengar itu, sosok yang sebelumnya menjadi musuh Islam, Suhail bin Amr maju memberikan jawaban, “Kami yakin engkau akan berbuat baik karena engkau adalah saudara kami yang mulia, putra saudara kami yang mulia.

     Sebuah senyuman bagaikan cahaya, tersungging di kedua bibir Rasulullah kekasih Allah itu, lalu bersabda, “Pergilah kalian karena kalian semua bebas.

     Kata-kata Rasulullah yang baru saja memperoleh kemenangan ini semestinya tidak akan diterima begitu saja oleh orang yang masih mempunyai perasaan, kecuali dengan hati yang telah menjadi peleburan dan perpaduan antara rasa malu, ketundukan, dan penyesalan.

     Pada saat itu juga, suasana yang penuh dengan keagungan dan kebesaran ini telah membangkitkan semua kesadaran Suhail bin Amr, yang menyebabkannya menyerahkan dirinya kepada Allah pemelihara semesta alam. Keislamannya itu bukanlah keislaman seorang lelaki yang menderita kekalahan lalu menyerahkan dirinya kepada takdir saat itu juga, melainkan—sebagaimana akan dibuktikan sebentar lagi—keislaman seseorang yang terpikat dan terpesona oleh kebesaran Rasulullah Muhammad dan kebesaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sesuai dengan ajarannya serta memikul bendera dan panji-panjinya dengan loyalitas yang agung.

     Orang-orang yang masuk Islam pada hari pembebasan kota Mekkah itu disebut Ath-Thulaqa’, yakni orang-orang yang berpindah dari kemusyrikan kepada Islam karena pengaruh pemaafan Rasulullah ketika beliau bersabda, “Pergilah kalian karena kalian semua bebas.” Tetapi, beberapa orang yang masuk Islam karena mendapatkan kebebasan ini, ketulusan hati, kebulatan tekad, pengorbanan yang tinggi, dan ibadah mereka dengan hati yang suci mengantarkan mereka ke dalam barisan pertama para shahabat Nabi yang berbakti. Di antara mereka itu ialah Suhail bin Amr.

     Agama Islam telah menempa ulang dirinya, mencetak semua bakat dan kecenderungannya dengan menambahkan yang lainnya, lalu semua itu dipacunya untuk menegakkan kebenaran, kebaikan, dan keimanan. Orang-orang melukiskan sifatnya dalam beberapa kalimat, “Pemaaf, pemurah, banyak shalat, puasa, bersedekah, membaca Al-Qur’an, dan menangis disebabkan takut kepada Allah.

     Itulah keagungan besar Suhail bin Amr. Walaupun ia menganut Islam pada hari pembebasan dan bukan sebelumnya, kita melihat keislaman dan keimanannya itu dapat memelejitkan dirinya semakin tinggi hingga dapat menguasai keseluruhan dirinya dan mengubahnya menjadi seorang ahli ibadah dan zuhud, selain sebagai mujahid di jalan Allah.

     Ketika Rasulullah berpulang ke ‘Ar-Rafiqul Al-A’la’, saat berita itu sampai ke Mekkah yang pada waktu itu Suhail memang bermukim di sana, kaum Muslimin yang berada di sana sangat kaget dan seolah-olah tidak percaya seperti yang terjadi pada saudara-saudara mereka di Madinah. Keresahan kaum Muslimin di Madinah ketika itu dapat dilenyapkan oleh Abu Bakar dengan kata-katanya yang tegas, “Barang siapa yang menyembah Nabi Muhammad, sesungguhnya Nabi Muhammad telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah, sesungguhnya Allah tetap hidup dan tidak akan mati untuk selama-lamanya.

     Ternyata, kita juga dibuat kagum oleh Suhail yang tampil di Mekkah, melakukan seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar di Madinah. Ia mengumpulkan seluruh penduduk, lalu berdiri untuk menyampaikan kata-kata yang memukau mereka. Ia mengatakan bahwa Muhammad itu benar-benar utusan Allah dan bahwa ia tidak wafat sebelum menyampaikan amanah dan melaksanakan tugas kerasulan. Sekarang tugas orang-orang beriman adalah meneruskan perjalanan dengan menempuh jalan yang telah ditunjukkan oleh beliau.

     Dengan sikap, kata-kata bijak, dan keimanan kokoh yang ditunjukkan oleh Suhail ini, fitnah yang hampir saja menumbangkan keimanan sebagian manusia di Mekkah ketika mendengar berita tentang wafatnya Rasulullah dapat dihindari. Dengan peristiwa pada hari tersebut dan juga lainnya, nyatalah sudah pengabaran Rasulullah sebelumnya. Bukankah beliau pernah bersabda kepada Umar ketika Umar meminta izin untuk mencabut gigi seri Suhail ketika menjadi tawanan di Perang Badar, “Biarkan saja, mungkin suatu saat nanti ia akan membuatmu senang.

     Pada hari itulah, dan ketika kaum Muslimin di Madinah mendengar sikap yang ditunjukkan oleh Suhail di Mekkah serta pidatonya yang mengagumkan sebagai bukti kekokohan iman dalam hati, Umar bin Al-Khattab teringat pengabaran Rasulullah. Ia tetawa lama karena ternyata hari yang dikabarkan Islam akan memperoleh manfaat dari gigi seri Suhail itu telah tiba, yang sedianya akan dicabut dan akan dirontokkannya.

     Saat Suhail masuk Islam pada hari pembebasan Mekkah dan setelah ia merasakan manisnya iman, ia berjanji terhadap dirinya yang dimaksudnya dapat disimpulkan pada kalimat-kalimat berikut ini, “Demi Allah, sikap apa saja yang pernah aku tunjukkan kepada orang-orang musyrik, aku pasti akan membalasnya dengan sikap yang menguntungkan kaum Muslimin. Dan setiap aku memberikan dana kepada orang-orang musyrik, aku pasti akan memberikannya seperti itu kepada kaum Muslimin. Semoga semua perbuatanku belakangan ini dapat mengimbangi segala perbuatanku pada masa lalu.

     Sebelum masuk Islam, ia tekun berdiri di depan berhala-berhala, sedangkan sekarang ia berbuat lebih dari itu dengan berdiri di hadapan Allah Yang Maha Esa bersama orang-orang beriman. Itulah sebabnya ia senantiasa tekun shalat dan puasa. Segala macam ibadah yang dapat menyucikan jiwa dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan Yang Maha Tinggi, ia pasti melakukannya dengan sebanyak-banyaknya.

     Pada masa lalu ia berdiri bersama orang-orang musyrik di banyak medan pertempuran melawan Islam, sedangkan sekarang ia tampil di barisan Islam sebagai prajurit yang gagah berani. Ia bersama para pembela kebenaran berjihad untuk memadamkan perapian yang disembah oleh orang-orang Persia. Ia bersama kaum Muslimin lainnya membebaskan rakyat Persia dari perbudakan oleh kaisarnya dan melenyapkan kegelapan dan kezaliman Romawi. Suhail selalu menyebarkan kalimat tauhid dan takwa ke setiap penjuru.

     Ia ikut berangkat ke Syria bersama tentara Islam dalam peperangan-peperangan di sana. Ia juga tidak ketinggalan dalam pertempuran Yarmuk saat kaum Muslimin menerjuni pertarungan yang terdahsyat dan paling sengit yang pernah mereka alami. Hatinya bagaikan terbang kegirangan karena mendapatkan kesempatan yang sangat baik ini, guna menebus kemusyrikan dan semua kesalahannya pada masa jahiliyah dengan jiwa raganya.

     Suhail adalah seorang yang sangat mencintai Mekkah kampung halamannya hingga tidak peduli terhadap dirinya. Walaupun demikian, ia tidak ingin kembali ke sana setelah kemenangan kaum Muslimin di Syria. Ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Kedudukan salah seorang dari kalian di jalan Allah sesaat saja itu lebih baik baginya daripada amalnya sepanjang usia.’ Karena itu, aku akan berjuang di jalan Allah sampai mati dan tidak akan kembali ke Mekkah.


     Suhail memenuhi janjinya ini. Ia tetap berjuang di medan perang sepanjang hayatnya, hingga tiba saat perjalanan abadinya. Rohnya terbang cepat untuk mendapatkan rahmat dan ridha Allah.




▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

0 komentar:

Copyright @ 2014 Rotibayn.

Design Dan Modifikasi SEO by Pendalaman Tokoh | SEOblogaf