بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Salamah merupakan salah satu pemanah ulung
bangsa Arab yang tidak banyak jumlahnya. Ia juga tergolong petarung yang gagah
berani, di samping memiliki sifat murah hati dan gemar berbuat kebajikan.ketika
ia telah menyerahkan dirinya kepada Islam, ia benar-benar berserah diri secara
jujur dan bertaubat. Islam menempanya dalam kekhusyukan ibadah yang agung.
Salamah bin Al-Akwa’ termasuk tokoh Baiat
Ridhwan. Pada tahun 6 H, ketika Rasulullah bersama para shahabat berangkat dari
Madinah dengan tujuan berziarah ke Ka’bah dan dihalangi oleh oramg-orang
Quraish, Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan kepada mereka
bahwa tujuan perjalanan beliau hanyalah untuk berziarah dan bukan untuk
berperang.
Saat menunggu kembalinya Utsman, tersiar
berita bahwa ia telah dibunuh oleh orang-orang Quraish. Rasulullah lalu duduk
di bawah naungan sebatang pohon menerima baiat dari shahabatnya seorang demi
seorang untuk siap mati. Berkaitan dengan kisah ini, Salamah menuturkan, “Aku
berbaiat kepada Rasulullah di bawah naungan pohon untuk siap mati, namun
kemudian aku menyingkir.
Ketika yang akan berbaiat tinggal sedikit, Rasulullah bertanya, ‘Wahai Salamah, mengapa engkau tidak ikut berbaiat?’
‘Aku telah berbaiat, wahai Rasulullah.’
‘Ulangilah kembali.’
Maka aku mengulangi baiat tersebut.”
Salamah telah memenuhi isi baiat itu
dengan sebaik-baiknya. Bahkan sebelum baiat itu, yakni sejak ia mengucapkan, “Aku
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan
Allah”, ia pernah
mengatakan, “Aku telah berperang bersama Rasulullah
sebanyak tujuh kali dan bersama Zaid bin Haritsah sebanyak Sembilan kali.”
Salamah terkenal sebagai prajurit
infanteri. Ia jago dalam memanah dan melemparkan tombak. Strategi perang yang
ia terapkan mirip dengan strategi perang gerilya yang kita kenal sekarang ini.
Jika musuh datang menyerang, ia menarik pasukannya mundur ke belakang. Tetapi,
bila mereka kembali atau berhenti untuk beristirahat, ia menyerang mereka tanpa
ampun.
Dengan siasat seperti ini, ia seorang diri
mampu menghalau kekuatan yang menyerang pinggiran Madinah di bawah pimpinan
Uyainah bin Hishn Al-Fazari dalam suatu oerang yang disebut dengan Perang Dzu
Qarad. Ia pergi membuntuti mereka seorang diri, lalu menghalangi dan menghalau
mereka dari Madinah, hingga akhirnya Nabi menyusul dengan membawa bala bantuan
yang terdiri dari sejumlah shahabat. Pada hari itu Rasulullah menyatakan kepada
para shahabatnya, “Prajurit pejalan kaki kita yang
terbaik ialah Salamah bin Al-Akwa’.”
Tidak pernah Salamah berhati kesal dan
merasa kecewa kecuali ketika saudaranya yang bernama Amir bin Al-Akwa’ gugur
dalam Perang Khaibar. Ketika itu Amir mengumandangkan syair dengan suara keras
di hadapan tentara Islam:
Ya Allah,
kalau bukan karena-Mu, kami tidak akan mendapat hidayah
Kami tidak
akan bersedekan dan tidak pula shalat
Karena itu,
turunkanlah ketenangan kepada kami
Teguhkanlah
lelaki kami saat bertemu musuh.
Dalam peperangan itu, Amir memukulkan
pedangnya kepada salah seorang musyrik. Namun, pedang yang digenggamnya itu
melayang dan terbalik hingga menghujam ke ubun-ubunnya yang menyebabkan
kematiannya. Beberapa orang Islam berkata, “Kasihan
Amir. Ia terhalang mendapatkan kesyahidan.”
Ketika itulah Salamah sangat kecewa. Ia menyangka seperti sangkaan para
shahabatnya bahwa saudaranya itu tidak mendapatkan pahala jihad dan syahid karena
ia telah bunuh diri tanpa sengaja. Namun, Rasulullah yang pengasih itu segera
mendudukkan perkara di temoat ketika Salamah datang kepadanya dan berkata, “Wahai
Rasulullah, benarkan pahala Amir gugur?”
Rasulullah menjawab, “Ia gugur sebagai mujahid dan
mendapatkan dua pahala. Ia sekarang sedang berenang di sungai-sungai surga.”
Kedermawanan Salamah tidak bisa dilukiskan ketika ada yang meminta
hartanya karena Allah. Bahkan, seandainya ada seseorang yang meminta hidupnya
karena Allah, ia pasti memberikannya. Ia tidak akan ragu untuk menyerahkannya.
Orang-orang telah mengetahui itu.
Biasanya, bila seseorang ingin permintaannya berhasil, ia akan
mengatakan kepadanya, “Aku memohon atas nama Allah.” Mengenai ini Salamah pernah berkata, “Jika
bukan atas nama Allah, atas nama siapa lagi kita akan memberi?”
Ketika Utsman terbunuh, pejuang yang perkasa ini merasa bahwa api fitnah
telah terkobar di kaum Muslimin. Salamah adalah seseorang yang menghabiskan
usianya untuk berjuang bahu-membahu dengan saudara seagamanya. Ia tidak sudi
berperang menghadapi saudara seagamanya. Benar, seorang tokoh yang mendapat
pujian dari Rasulullah tentang keahliannya dalam memerangi orang-orang musyrik
tidaklah pada tempatnya menggunakan keahlian itu untuk membunuh orang-orang
beriman. Itulah sebabnya ia mengemasi barang-barangnya lalu pergi meninggalkan
Madinah dan berangkat menuju ke Rabdah, yaitu kampung yang dipilih oleh Abu
Dzar dulu sebagai tempat hijrah hingga akhir hayatnya.
Di kampung inilah ia menghabiskan sisa hidupnya, hingga suatu hari di
tahun 74 H, hatinya merasa rindu untuk berkunjung ke Madinah. Ia akhirnya
berangkat untuk melepaskan kerinduannya itu. Ia tinggal di Madinah selama tiga
hari. Dan pada hari ketiga ia pun wafat. Demikianlah, rupanya tanahnya yang
tercinta dan lembut itu memanggilnya untuk merangkulnya ke dalam pelukannya dan
memberikan naungan baginya bersama para shahabat yang diberkahi, para syuhada,
dan orang-orang saleh.
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
0 komentar:
Posting Komentar