Kamis, 23 Januari 2014

Filled Under:

Mu'awiyah bin Abu Sufyan (Raja Pertama dalam Islam yang Terbaik).

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

     Dia diperbincangkan banyak orang karena memiliki sejarah yang cukup panjang dalam peradaban Islam. Tidak banyak orang yang mengetahui kemuliaan dirinya. Ia mendapatkan julukan sebagai pamannya orang-orang mukmin, karena saudara perempuannya merupakan istri  Rasulullah. Dia adalah pencetus terbentuknya armada laut yang berhasil merebut wilayah eropa ke dalam wilayah Islam. Dia merupakan raja pertama dalam pemerintahan Islam, ialah Mu’awiyah bin Abu Sufyan.

     Mu’awiyah merupakan putra dari seorang pemuka Quraisy. Ibunya, Hindun binti Utbah dan ayahnya, Abu Sufyan bin Harb merupakan pasangan yang tercatat ikut memerangi Rasulullah bersama kaum kafir Quraisy. Namun, di akhir kehidupannya , keduanya mendapatkan hidayah ketika Rasulullah menaklukkan kota Mekkah sebagai kota orang beriman pada tahun 8 H.  Mu’awiyah sendiri tercatat lebih dahulu memeluk Islam. Peristiwa Hudaibiyah menjadi sejarah yang mengantarkannya pada Islam. Ketika tahun 6 H terjadi perjanjian Hudaibiah, saat itu usia Mu’awiyah baru 24 tahun. Dan pada saat peristwa itu pula dia mengatakan kata-kata yang tulus dari dalam hatinya, “Saya mulai jatuh cinta kepada Islam.

     Pada tahun 7 H, Rasulullah dan kaum Muslim datang ke Mekkah untuk melaksanakan umrah yang batal pada tahun sebelumnya. Di sinilah pintu hatinya terbuka untuk menerima Islam sebagai keyakinan barunya.  Sejak keislamannya, Mu’awiyah tidak pernah melewatkan waktu untuk belajar kepada Rasulullah. Ia memiliki sifat terpuji serta kemampuannya yang luar biasa dalam membaca dan menulis. Kelebihan inilah yang membuat Rasulullah mempercayakannya sebagai salah seorang pencatat wahyu. Tugas ini merupakan tugas yang paling mulia.

     Rasulullah bersabda, “Ya Allah, jadikanlah Mu’awiyah sebagai pemberi petunjuk yang mendapatkan petunjuk, dan berikanlah petunjuk melalui dirinya.” Sungguh sangat luar biasa, karena ia mendapatkan petunjuk dari Allah dan orang yang menjadi penyebab orang lain mendapatkan petunjuk dari Allah. Bukankah sangat luar biasa? Bukankah kita yang diajari oleh Rasulullah, “siapapun yang bisa menyadarkan orang sampai orang itu mendapatkan hidayah, itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.”

     Pengabdiannya sebagai pembela Islam tetap ia teruskan meski Rasulullah telah menghembuskan nafas terakhir di tahun 11 H. Saat munculnya gerakkan murtad di masa kekhalifahan Abu Bakar, Mu’awiyah masuk ke dalam barisan bersama kaum muslimin lainnya untuk menumpas habis gerakkan pembelokkan akidah.

     Ketika roda kekhalifahan bergulir kepada Umar bin Al-Khattab, posisi Mu’awiyah pun semakin diperhitungkan. Ia dipercayakan oleh Amirul Mukminin Umar untuk melanjutkan kepemimpinan saudaranya, Yazid bin Abu Sufyan sebagai gubernur Syam. Di sinilah Mu’awiyah mulai memainkan perannya sebagai pemimpin.

     Memasuki masa khalifah Utsman bin Affan, Mu’awiyah semakin dipercaya untuk memimpin wilayah Syam termasuk  Suriah, Libanon, Yordania, dan Palestina. Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh Mu’awiyah untuk semakin memperluas wilayah Islam. Ia pun meminta izin kepada khalifah Utsman untuk meyeberangi lautan demi menaklukkan wilayah kependudukan Romawi.

     Mu’awiyah pun memerintahkan utusannya untuk mengantarkan surat kepada khalifah Utsman bin Affan. Maka setelah utusan itu telah sampai di kota Madinah dan menemui khalifah Utsman bin Affan, ia berkata, “Ini adalah surat dari Mu’awiyah bahwa ia meminta izin kepadamu untuk berperang di laut.

     Khalifah Utsman pun menjawab, “Semoga Allah merahmati Umar bin Al-Khattab. Apakah Mu’awiyah sudah sangat yakin untuk berperang melalui laut? Katakanlah kepadanya, ‘berhati-hatilah ketika mengarungi lautan, sebagaimana diutusnya Rasulullah dengan membawa kebenaran. Saat itu Umar tidak mengizinkan dibentuknya armada laut karena nyawa seorang Muslim lebih berharga daripada keayaan Romawi. Aku tahu bahwa dulu Umar tidak mengizinkanmu untuk berperang di laut. Tetapi, kali ini lakukanlah. Semoga keselamatan menyertaimu’.”

     Suatu saat Rasulullah tidur di siang hari kemudian beliau terkejut dan beliau bangun. Di saat itu juga, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, mengapa engkau terkejut dan terbangun?” Rasulullah pun tersenyum dan bersabda setelah terkejut dan bangun dari tidurnya, “Kelak akan ada dari umatku yang mengarungi lautan. Mereka seperti raja di atas karpetnya.

     Inilah armada laut pertama dalam peradaban Islam. Dengan semangat jihad yang tinggi, pasukan tidak kenal takut menghadapi musuh yang memiliki perlengkapan senjata yang memadai serta memiliki pengalaman tempur di laut yang lebih banyak. Atas pertolongan dari Allah, pasukan Muslimin berhasil merebut pulau Cyprus dari pendudukan Romawi.

     Prestasi demi prestasi semakin banyak diperoleh Mu’awiyah. Di bawah kekhalifahan Utsman, ia memerintah secara bijaksana. Walaupun begitu, ada segelintir orang yang tidak menyukai kekhalifahan Utsman dan menyebarkan fitnah hingga berhasil memecah belah kaum Muslimin. Karena ini, kondisi masyarakat semakin kacau balau.

     Puncak kekacauan terjadi saat khalifah Utsman dibunuh oleh sekelompok orang yang tidak dikenal. Setelah kejadian itu, Ali bin Abu Thalib segera dibaiat untuk menjadi khalifah yang akan menggantikan kedudukan Utsman bin Affan. Namun, Mu’awiyah yang bersaudara dengan Utsman bin Affan enggan membaiat Ali bin Abu Thalib. Ia justru menginginkan menuntut bela atas kematian Utsman dan pengusutan pembunuhan Utsman didahulukan.

     Mu’awiyah pun berkata, “Wahai manusia, Utsman telah dibunuh secara zalim. Utsman telah terbunuh di tangan ahli fitnah dan dia tidak seharusnya terbunuh karena dia dibunuh di bulan haram (Dzulhijjah) dan dia dibunuh di negeri haram (Madinah). Dan Allah telah berfirman :

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
QS:Al-Israa' | Ayat: 33.  Sesungguhnya aku ini keluarga Utsman dan aku menuntut hukum qisas bagi pembunuhnya.

     Khalifah pada saat itu, yakni Ali bin Abu Thalib sedang berijtihad yang benar dan berkata, “Menyatukan Negara lebih kita dahulukan dan mari kita satukan karena kita telah tercerai-berai  dari kota ke kota dan fitnah pun telah menyebar. Maka dari itu mari kita satukan. Setelah kita bersatu, mudah bagi kita untuk menangkap mereka yang memang bersalah karena telah membunuh khalifah Utsman.

     Yang menjadi masalahnya adalah ketika ijtihad ini melibatkan masyarakat besar. Jika ijtihad ini terjadi antara Mu’awiyah dan Ali yang keduanya merupakan orang yang mulia, merupakan sahabat Nabi serta merupakan ahli ilmu, maka masalah tidak akan membesar. Tetapi  ketika melibatkan masyarakat besar yang mereka tidak semuanya tidak memiliki ilmu, kesalehan yang cukup, maka inilah yang menimbulkan fitnah itu. Intinya adalah bahwa ini berdasarkan ijtihad para sahabat Rasulullah. Siapa pun yang berijtihad dengan hasil yang benar maka akan mendapatkan dua pahala. Dan siapa pun yang berijtihad dengan hasil yang salah maka akan mendapatkan satu pahala.

     Namun belum sempat persatuan umat dilakukan, para penebar fitnah telah membunuh Ali bin Abu Thalib di Kufah. Bahkan Mu’awiyah tidak luput dari sasaran pembunuhan para penebar fitnah. Namun, upaya pembunuhan Mu’awiyah ini gagal.

     Ali pun mewasiatkan kepemimpinannya kepada putranya, Hasan bin Ali. Kabar terbunuhnya Ali membuat Mu’awiyah begitu terkejut. Ia mendengar kabar terbunuhnya Ali dari salah satu orang yang mengatakan, “Dengarlah wahai Mu’awiyah, aku mempunyai kabar berita yang akan membuatmu terkejut dan sangat bermanfaat untukmu jika aku sampaikan padamu.

     Mu’awiyah pun bertanya dengan menaruh rasa curiga, “Apa itu?

     “Saudaraku telah berhasil membunuh Ali bin Abu Thalib tadi subuh,” jawab orang tadi. Mendengar perkataan itu Mu’awiyah pun langsung terkejut dan sangat murka, lalu mengatakan kepada orang itu, “Semoga Allah membalasmu!!! Semoga Allah membalasmu!!!

     Meski berbeda pendapat dengan Ali bin Abu Thalib, Mu’awiyah tidak kuasa menahan kesedihan atas wafatnya sang pemilik pedang Zulfikar. Ia pun berkata, “Ali bin Abu Thalib telah wafat. Telah pergi seorang ahli ilmu dengan wafatnya Ali bin Abu Thalib.” Orang yang berada di dekatnya pun menyahutnya, “Engkau menangisinya? Engkau menangisinya karena ia telah terbunuh, wahai Mu’awiyah?

     Mu’awiyah pun membalas, “Celakalah engkau! Engkau tidak mengetahui bahwa orang-orang terbaik sudah pergi. Yang berilmu dan cerdas. Padahal aku dan Ali bin Abu Thalib belum menemukan jalan keluar untuk mengusut tuntas atas terbunuhnya Utsman. Tetapi ia telah terbunuh.

     Inilah kata hati yang jujur dari seorang Mu’awiyah yang menangisi kepergian orang yang mulia dan orang yang hebat, yaitu Ali bin Abu Thalib. Dan ia mengatakan bahwa perginya Ali adalah perginya keutamaan dan perginya ilmu.

     Kekhalifahan pun berlanjut di tangan Hasan bin Ali. Namun, perpecahan kaum Muslimin belum juga tersatukan. Mu’awiyah pun berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kamu mempunyai akhlak yang sangat mulia, kamu adalah orang bijaksana, tutur katamu baik dan kamu juga orang yang zuhud. Demi sebuah kebaikan, mengapa kita tidak bermusywarah? Kamu juga tidak melibatkan masyarakatmu dan mengabarkan mereka.

     Hingga di bulan keenam akhirnya Hasan bil Ali berijtihad menyerahkan kekhalifahan kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Hasan bin Ali pun berkata, “Wahai manusia, ini adalah urusan yang aku perselisihkan dengan Mu’awiyah. Tetapi Mu’awiyah lebih berhak dariku atas jabatan ini dan sesungguhnya perselisihan ini sebaiknya kita tinggalkan demi persatuan umat Rasulullah. Wahai manusia, sesungguhnya aku akan membaiat Mu’awiyah sebagai Amirul Mukminin. Maka berdirilah kalian untuk membaiatnya. Ketahuilah, semoga fitnah itu akan berakhir selamanya.

     Ketika Hasan bin Ali ditanya oleh orang-orang Muslim, “Mengapa anda serahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah?

     Hasan bin Ali mengatakan, “Pada waktu dulu, saat ayahku, Ali bin Abu Thalib dan Mu’awiyah berhadapan, yang ada di depan mata mereka masing-masing mereka adalah akhirat. Di depan mata ayahku adalah akhirat dan di depan mata Mu’awiyah adalah akhirat. Tetapi, hari ini ketika sekarang kita sedang berhadapan dengan Muslim lainnya, di depan kita masing-masing kita adalah dunia, bukan akhirat.

     Berpindahlah kepemimpinan Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan di tahun 41 H. Inilah tahun yang kemudian dikenal sebagai “Tahun Persatuan”. Selama 20 tahun Mu’awiyah memimpin, perluasan wilayah Islam telah mencapai Afrika dan Rusia. Masyarakatnya pun amat mencintai kepemimpinan Mu’awiyah.

     Rasulullah bersabda, “pemimpin terbaik kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian.” Mari kita tanyakan kepada sejarah saat itu, bukankah Mu’awiyah adalah pemimpin yang sangat dicintai rakyatnya dan rakyatnya begitu dicintai Mu’awiyah? Itu berarti Mu’awiyah adalah pemimpin yang terbaik.

     Kebaikan itu hanya ada pada Khalifah, tetapi kemudian setelah itu pemimpin terhebat adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Dia adalah pemimpin yang luar biasa yang menggabungkan antara kebaikan dan kepemimpinan.

     Keutamaan Mu’awiyah sangat banyak, di antaranya adalah:


  1.          Ungkapan Ibnu Abbas tentang Mu’awiyah di “Shahih Al-Bukhari” di mana Ibnu Abbas ditanyai oleh seseorang, yang berbunyi, “Apakah engkau mempunyai catatan mengeai Amirul Mukminin Mu’awiyah? Ia telah witir dengan satu rakaat.” Ibnu Abbas menjawab, “Ia benar, ia seorang yang paham agama.” Ibnu Abbas tidak mungkin berbicara bohong. Ia mengerti apa yang ia ucapkan.
  2.         Sabda Rasulullah kepadanya, “Ya Allah, jadikanlah Mu’awiyah sebagai pemberi petunjuk yang mendapatkan petunjuk, dan berikanlah petunjuk melalui dirinya.
  3.          Rasulullah mengangkatnya sebagai penulis wahyu.
  4.          Ucapan jajaran sahabat yang paling mulia, tabiin, dan selain mereka yang berisi pujian terhadap Mu’awiyah.
          a.     Umar bin Al-Khattab berpesan kepada orang-orang ketika ia                                      mengangkat Mu’awiyah sebagai gubernur di Syam, “Janganlah                              kalian menyebut tentang Mu’awiyah selain kebaikan.


b.     Ali berkata ketika ia kembali dari Shiffin, “Wahai manusia, janganlah kalian membenci kepemimpinan Mu’awiyah, karena bila kalian kehilangan dia, kalian akan melihat kepala-kepala lepas dari lehernya bagaikan buah semangka.

c.     Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia berkata, “Aku tidak mengetahui seseorang setelah Rasulullah yang lebih pandai memimpin manusia daripada Mu’awiyah.” Ada yang bertanya kepadanya, “Apakah ayahmu tidak juga?” ia menjawab, “Ayahku, Umar lebih baik daripada Mu’awiyah, tetapi Mu’awiyah lebih pandai memimpin daripada ayahku.

d.     Ibnu Abbas berkata, “Aku tidak mengetahui orang yang memang diciptakan untuk menjadi raja melebihi Mu’awiyah.

e.     Abdullah bin Az-Zubair mengatakan, “Alangkah hebatnya putra Hindun (Mu’awiyah)! Kami dahulu takut kepadanya karena singa dengan cengkeraman kuku-kukunya tidak lebih berani daripada Mu’awiyah, sehingga membuat kami takut kepadanya. Tetapi, ternyata kami tertipu oleh penampilannya itu, karena tidak ada penduduk bumi yang ibadah malamnya tidak lebih khusyuk daripada dirinya, sehingga kami sudah salah kira terhadapnya. Demi Allah, aku benar-benar ingin menikmati keadaan dirinya itu selama di gunung itu—sambil menunjuk ke Gunung Abu Qubais—masih ada batu.

f.        Qatadah mengatakan, “Jika pagi hari kalian mengetahui amalan Mu’awiyah, pasti kebanyakan di antara kalian akan mengatakan, ‘Inilah Imam Mahdi’.

g.     Mujahid mengatakan, “Jika kalian melihat Mu’awiyah, kalian pasti mengatakan, ‘Inilah Imam Mahdi’.

h.     Az-Zuhri mengatakan, “Mu’awiyah bekerja pada pemerintahan Umar bin Al-Khattab bertahun-tahun, tiada cela sedikit pun darinya.

i.         Diriwayatkan dari Al-A’masy bahwa orang-orang menyebut-nyebut Umar bin Abdul Aziz dan keadilannya, maka ia berkata, “Apa yang kalian katakan seandainya kalian mengetahui Mu’awiyah?” Mereka menjawab, “Wahai Abu Muhammad, maksudmu kelembutannya?” ia mengatakan, “Tidak, demi Allah, tetapi tentang keadilannya.

j.         Al-Mu’afa pernah ditanya, “Siapakah yang lebih utama, Mu’awiyah atau Umar bin Abdul Aziz?” ia menjawab, “Mu’awiyah lebih utama daripada 600 orang seperti Umar bin Abdul Aziz.

k.      Ibnu Qudamah Al-Maqdisi mengatakan, “Mu’awiyah adalah paman kaum Muslimin, penulis wahyu Allah, dan salah seorang khalifah kaum Muslimin. Semoga Allah meridhai mereka.

l.         Ibnu Katsir mengomentari biografi Mu’awiyah, “Semua rakyat sepakat untuk berbaiat kepadanya pada tahun 41 H… Sejak saat itu ia tetap menjadi pemegang tunggal urusan kekhalifahan sampai pada tahun ia meninggal dunia. Pada masanya jihad mememrangi musuh ditegakkan, kalimat Allah dijunjung tinggi, ghanimah dibagi-bagi ke seluruh penjuru wilayah Islam, dan kaum Muslimin hidup bersamanya dalam ketenangan, keadilan, kelapangan, dan keterbukaan hati.

m.   Ibnu Abil Izz Al-Hanafi berkata, “Raja pertama kaum Muslimin adalah Mu’awiyah, dan dia adalah sebaik-baiknya raja kaum Muslimin.

n.     Adz-Dzahabi berkata dalam biografinya, “Ia adalah Amirul Mukminin, raja Islam.” Ia juga mengatakan, “Mu’awiyah adalah raja pilihan yang keadilannya mengalahkan kezaliman.

     Hingga menjelang akhir pemerintahannya di tahun 60 H, Masyarakatnya mempercayakan agar roda pemerintahan tetap dipegang oleh Bani Umayah. Mu’awiyah pun menyerahkan kepemimpinan kepada putranya, Yazid bin Mu’awiyah sebagai penggantinya. Detak jantung Mu’awiyah berhenti di usia 78 tahun. Namun di saat itulah, dinasti Umayah terlahir hingga mencapai usia 90 tahun lamanya. Di bawah Bani Umayah, Islam mencapai puncak kejayaan dengan perluasan wilayah hingga mencapai wilayah Spanyol dan Asia Tengah. Semoga Allah meridhai Mu’awiyah bin Abu Sufyan.




▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

0 komentar:

Copyright @ 2014 Rotibayn.

Design Dan Modifikasi SEO by Pendalaman Tokoh | SEOblogaf