Rabu, 18 Desember 2013

Rasulullah Saat Peristiwa Pembelahan Dada.


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
     Sewaktu tinggal di perkampungan Bani Sa’ad, Muhammad mengalami peristiwa pembelahan dada. Peristiwa ini terpapar secara gamblang di hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan kemudian dikutip Ibnu Katsir di kitab tafsirnya. Adapun riwayatnya adalah sebagai berikut:

     “Pengasuhku (saat masih kanak-kanak) adalah seorang perempuan dari Bani Sa’ad bin Bakar. Suatu ketika, aku pergi bersama anak pengasuhku itu untuk menggembalakan kambing-kambing kecil kami. Saat itu kami tidak membawa bekal sama sekali. Maka aku pun berkata kepada anak pengasuhku, ‘Saudaraku, pulanglah ke rumah dan kembalilah ke sini dengan membawa bekal dari ibu kita.’

     Saudaraku itu pun kembali ke rumah, sementara aku menggembalakan kambing-kambing kami. Baru saja saudaraku berlalu, tiba-tiba datang dua ekor burung berwarna putih seperti burung elang. Satu di antara keduanya berkata, ‘Apakah ini orang yang kita maksud?’

     ‘Benar,’ jawab kawannya.

     Lalu, keduanya menghampiriku, memegang tubuhku, dan menelentangkan diriku. Setelah itu, mereka membelah perutku, mengeluarkan hatiku dan membelahnya. Dari hatiku, keduanya mengeluarkan dua gumpal darah berwarna hitam. Lalu satu dari mereka berkata kepada yang lain, ‘Ambil air es!’

     Sekejap kemudian keduanya telah sibuk mencuci perutku dengan air es. Sesudah itu, salah satu dari keduanya berkata lagi, ‘Ambil air dingin!’

     Lantas keduanya pun mencuci hatiku dengan air tersebut. Setelah selesai, yang satu berkata, ‘Ambil sakinah!’

     Maka, sesaat kemudian keduanya sibuk membelah hatiku. Setelah itu, satunya berkata, ‘Sekarang jahitlah kembali!’

     Maka yang satunya segera menjahitku dan menstempelkan tanda kenabian di atasnya. Berikutnya, yang seorang berkata kepada kawannya, ‘Taruhlah hati itu di piring neraca dan taruhlah seribu umatnya di piring neraca yang lain.’

     Ketika melihat seribu orang itu berjungkit di atasku, aku merasa khawatir hatiku akan jatuh menimpa sebagian dari mereka. Namun, ia berkata, ‘Bila umatnya ditimbang dengannya, niscaya ia akan mengalahkan mereka.’

     Lalu, keduanya pergi meninggalkanku. Setelah tersadar apa yang telah terjadi, aku merasa sangat takut. Aku segera menemui ibuku (Halimah As-Sa’diyyah) dan mengabarkan kepadanya peristiwa yang baru saja kualami. Mendengar ceritaku, ia menyangka bahwa aku telah kerasukan jin sehingga ia berkata, ‘Semoga Allah melindungimu…’

     Setelah itu, ia bergesa-gesa mengeluarkan binatang tunggangannya dan menaikkanku ke atasnya. Ia pun naik dan duduk di belakangku hingga kami berjumpa dengan ibuku (ibu kandung yaitu Aminah). Sesampainya di hadapan ibu kandungku, ia berkata, ‘Aku telah menunaikan seluruh amanat anda dan tanggung jawabku terhadap keluarga ini.’

     Setelah itu, ia menceritakan apa yang terjadi pada diriku. Namun, semua semua itu ternyata tidak membuat ibuku terkejut. Ibu kandungku bahkan berkata, ‘Ketika aku mengandungnya, aku bermimpi dari perutku ini keluar cahaya yang menerangi istana-istana di Syam’.

     Muslim juga pernah meriwayatkan kisah ini secara ringkas tanpa menyebutkan tempat terjadinya. Teksnya dari Anas r.a. dan bunyinya sebagai berikut, “Sesungguhnya Rasulullah telah didatangi oleh Jibril a.s. pada saat beliau tengah bermain dengan anak-anak sebayanya. Lalu Jibril mengangkat tubuhnya, menelentangkannya, kemudian membedah tubuhnya untuk mengambil hatinya. Jibril mengeluarkan hati itu dan mengeluarkan segumpal darah dari dalamnya seraya berkata, ‘Ini adalah tempat bersarangnya setan dalam tubuhmu.’

     Setelah itu, Jibril mencuci hati itu di dalam baskom yang terbuat dari emas berisikan air Zamzam. Kemudian ia merapatkannya kembali dan mengembalikannya ke tempat semula di tubuh Muhammad. Syahdan, ketika melihat Muhammad dibedah, kawan-kawan sepermainannya bergegas pulang menemui ibu asuhnya. Mereka berkata kepada ibu asuhnya, ‘Muhammad telah dibunuh seseorang.’ Maka mereka pun pergi mencari Muhammad dan menemukannya dalam keadaan pucat pasi.

     Anas menuturkan, “Aku benar-benar pernah melihat bekas jahitan di dada beliau.

     Beberapa rujukan peristiwa ini tidak menjelaskan usia Rasulullah pada saat peristiwa tersebut terjadi untuk pertama kalinya. Beberapa ulama yang menyebutkannya pun masih berselisih pendapat. Dari riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Ishaq misalnya, diketahui bahwa peristiwa tersebut terjadi pada saat Rasulullah berusia 2 tahun lebih beberapa bulan. Alasannya, Halimah sempat berkata, “(Ia kami susui) sejak umurnya belum genap 2 tahun sampai usia kanak-kanaknya. Kemudian kami membawanya kepada ibunya, meskipun sebenarnya kami masih senang bila ia tetap tinggal bersama kami…, maka kami pun membawanya pulang kembali bersama kami.

     Adapun di dalam riwayat Ibnu Sa’ad disebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada saat Muhammad berusia 4 tahun. Pendapat serupa dilontarkan oleh Abu Nu’aim dengan menggunakan sumber riwayat yang dhaif pula. Akan tetapi, ada ulama lain yang mengatakan bahwa peristiwa tersebut dialami Muhammad pada saat berusia 5 tahun atau lebih.

     Dalam masalah ini, saya lebih cenderung untuk mengikuti pendapat Az-Zarqani dan mengambil riwayat Ibnu Sa’ad yang menyatakan bahwa usia Muhammad pada waktu itu adalah 4 tahun. Alasannya, pada usia itu seorang bocah sudah mampu menggembalakan kambing kecil dan cukup memahami apa yang terjadi di sekitarnya.

     Peristiwa pembedahan dada Muhammad ini tidak hanya terjadi saat baliau menyusu di perkampungan Bani Sa’ad. Peristiwa ini terulang kali untuk kedua kalinya selang beberapa waktu kemudian. Ahmad, Ibnu Asakir, dan beberapa perawi lain menuturkan, peristiwa pembelahan dada Muhammad kembali terjadi saat ia berusia 10 tahun lebih beberapa bulan. Sementara itu, Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Al-Hakim, dan At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa peristiwa pembelahan dada Rasulullah untuk kedua kalinya terjadi pada saat beliau berusia 50 tahun, tepatnya ketika melakukan Isra’ ke Baitul Maqdis.

     Demikian pula halnya dengan Adz-Dzahabi. Ia memaparkan beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa pembelahan dada Rasulullah terjadi dua kali: pada saat beliau masih kecil dan pada saat melakukan Isra’. Akan tetapi, ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa peristiwa tersebut terjadi sebanyak empat kali.

     Adapun para penganut aliran rasionalis—baik dari kaum orientalis maupun kalangan Islam yang mendukungnya—cenderung menakwilkan peristiwa pembelahan dada Rasulullah ini. Bahkan tak sedikit dari mereka yang memandangnya sebagai mitos, perumpamaan, dan ungkapan-ungkapan lain yang semakna.

     Pandangan yang paling tepat tentang peristiwa pembelahan dada adalah perkataan Ibnu Hajar berikut, “Semua hal yang terkait dengan peristiwa tersebut, pembelahan dada Rasulullah, pengambilan hati beliau, dan sebagainya, merupakan perkara-perkara luar biasa yang harus diterima apa adanya tanpa melontarkan komentar apa pun yang meragukan kebenarannya. Sebab, semua itu adalah kekuasaan Allah, sedangkan di dalam kekuasaan Allah tidak ada yang mustahil.


     Di sisi lain, seorang Muslim hendaknya mencatat bahwa ukuran diterimanya sebuah hadits terletak pada sejauh mana keshahihan jalur dan sumber periwayatan hadits tersebut. Artinya, bila criteria ini telah dipenuhi oleh sebuah hadits atau riwayat, tidak ada alasan bagi siapapun untuk membawa isi riwayat tersebut ke makna lain yang bukan makna sebenarnya, atau menakwilkannya dengan hal-hal yang logis dan lebih mudah diterima akal manusia, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang rasionalis.




▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

0 komentar:

Copyright @ 2014 Rotibayn.

Design Dan Modifikasi SEO by Pendalaman Tokoh | SEOblogaf