Selasa, 31 Desember 2013

Filled Under:

Ubai bin ka’ab (Selamat atas Ilmu yang Engkau Raih, Wahai Abu Al-Mundzir).

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

     Suatu hari, Rasulullah bertanya kepadanya, “Wahai Abu Al-Mundzir, ayat manakah dari kitab Allah yang teragung?

     Abu Al-Mundzir menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.

     Nabi mengulangi pertayaannya, “Abu Al-Mundzir, ayat manakah dari kitab Allah yang teragung?

     Abu Al-Mundzir menjawab:

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).
QS:Al-Baqarah | Ayat: 255

     Rasulullah pun menepuk dadanya, dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, beliau bersabda, “Wahai Abu Al-Mundzir, selamat atas ilmu yang engkau raih.

     Abu Al-Mundzir yang mendapatkan ucapan selamat dari Rasulullah yang mulia atas ilmu dan pemahaman yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya, itu tiada lain adalah Ubai bin Ka’ab, seorang shahabat yang mulia.

     Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Khazraj, yang ikut mengambil bagian dalam Baiat Aqabah, Perang Badar, dan pertempuran yang lainnya. Ia mencapai kedudukan tertinggi dan derajat mulia di kalangan Muslimin angkatan pertama, hingga Amirul Mukminin Umar sendiri pernah mengatakan tentang dirinya, “Ubai adalah pemimpin kaum Muslimin.

     Ubai bin Ka’ab merupakan salah seorang perintis bagi para penulis wahyu dan surat menyurat. Pun demikian, dalam menghafal, membaca dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang mulia, ia termasuk golongan terkemuka.

     Suatu hari, Rasulullah mengatakan kepadanya, “Wahai Ubain bin Ka’ab, aku diperintahkan agar menyampaikan Al-Qur’an kepadamu.” Ubai tahu bahwa Rasulullah hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu.

     Karena itu, dengan perasaan yang tidak karuan, ia menanyakan kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, ibu dan ayahku menjadi tebusanmu, apakah namaku disebutkan kepadamu?

     Rasulullah menjawab, “Benar, namamu dan turunanmu (disebutkan) di penduduk langit.

     Seorang Muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi tentunya seorang yang sangat agung. Selama tahun-tahun kebersamaan, ketika Ubai bin Ka’ab selalu berdekatan dengan Nabi, ia senantiasa meneguk air yang segar dan menghilangkan dahaga dari telaganya. Dan setelah Rasulullah wafat, Ubai bin Ka’ab menepati janjinya dengan tekun dan setia, baik dalam keteguhan beribadah, keteguhan beragama, maupun keluhuran budi.

     Selain itu, ia selalu menjadi pengawas bagi kaumnya. Ia senantiasa mengingatkan mereka tentang masa-masa Rasulullah masih hidup, tentang keteguhan iman, kezuhudan, dan budi pekerti mereka. Salah satu ucapannya yang mengagumkan dan selalu disampaikan kepada shahabat-shahabatnya ialah, “Selama kita bersama rasulullah, tujuan kita satu. Tetapi, setelah beliau wafat, tujuan kita bermacam-macam; ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan.

     Ia selalu berpegang kepada ketakwaan dan menetapi kezuhudan terhadap dunia, sehingga tidak bisa terpengaruh dan terpedaya. Itu terjadi karena ia selalu melihat hakikat sesuatu pada kesudahannya. Sekalipun seseorang hidup dalam gelimang kenikmatan dan kemewahan, ia pasti menemui maut. Segalanya akan berubah menjadi debu, sedangkan di hadapannya tidak ada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang baik atau yang buruk. Mengenai dunia, ubai pernah melukiskannya sebagai berikut, “sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia. Mau dikatakan enak atau tidak, yang penting menjadi apa nantinya?

     Bila Ubai berbicara di hadapan banyak orang, semua leher akan menjulur ke atas dan telinga terpasang lebar-lebar, karena terpukau dan terpikat. Ini terjadi karena tidak ada yang ditakutinya selain Allah dan tidak pernah memiliki kepentingan duniawi dalam pembicaraannya itu.

     Tatkala wilayah Islam telah meluas, dan ia melihat sebagian kaum Muslimin mulai menyelewengkan wilayah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar, ia melepaskan kata-kata peringatan, “Celakalah mereka, demi Allah pemilik Ka’bah. Mareka celaka dan mencelakakan orang lain. Aku sendiri tidak kasihan melihat nasib mereka, namun merasa kasihan terhadap kaum Muslimin yang celaka karena ulah mereka.

     Karena kesalehan dan ketakwaan, Ubai selalu menangis setiap teringat Allah dan hari akhir. Ayat-ayat Al-Qur’an, yang ia baca sendiri atau mendengarkan bacaan orang lain, semuanya menggetarkan seluruh badannya. Hanya saja, ada ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, yang jika dibaca atau terdengar olehnya akan menyebabkannya diliputi oleh rasa duka yang tidak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah:

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ ۗ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ
Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)".
QS:Al-An'am | Ayat: 65

     Yang paling dicemaskan oleh Ubai terhadap umat Islam ialah datangnya suatu generasi yang saling memusuhi di antara sesamanya.


     Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah dan ia telah mendapatkannya dengan karunia dan nikmat dari Allah. Ia menemui Allah dalam keadaan beriman, aman tenteram, dan memperoleh pahala.




▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

0 komentar:

Copyright @ 2014 Rotibayn.

Design Dan Modifikasi SEO by Pendalaman Tokoh | SEOblogaf