Senin, 13 Januari 2014

Filled Under:

Abbad bin Bisyr (Selalu Disertai Cahaya ).

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

     Ketika Mush’ab bin Umair tiba di Madinah sebagai utusan Muhammad untuk mengajarkan Islam kepada orang-orang Anshar yang telah berbaiat kepada Nabi dan menegakkan shalat di lingkungan mereka, Abbad bin Bisyr adalah seorang budiman yang telah dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima kebaikan. Ia datang menghadiri majelis Mush’ab dan mendengarkan dakwahnya, lalu mengulurkan tangan dan berbaiat memeluk Islam. Sejak saat itu ia mulai menempati kedudukan utama di antara orang-orang Anshar yang diridhai oleh Allah dan mereka pun ridha kepada-Nya.

     Kemudian Rasulullah hijrah ke Madinah, yang sebelumnya telah didahului oleh orang-orang beriman dari Mekkah menuju ke sana. Sejak saat itu, peperangan demi peperangan silih berganti akibat benturan antara kekuatan kebaikan dan cahaya di satu pihak dan kekuatan keburukan dan kegelapan. Dalam setiap peperangan itu, Abbad bin Bisyr berada di barisan terdepan, berjihad di jalan Allah dengan gagah berani dan mati-matian, dengan cara yang menakjubkan dari orang yang berakal. Mudah-mudahan peristiwa yang penulis sampaikan di bawah ini dapat mengungkapkan sekelumit kepahlawanan Mukmin yang agung ini.

     Setelah Rasulullah dan kaum Muslimin selesai menghadapi Perang Dzatur Riqa’, mereka sampai di suatu tempat dan bermalam di sana, Rasulullah memilih beberapa orang shahabat untuk menjaga beliau secara bergiliran. Di antara mereka yang terpilih ialah Ammar bin Yasir dan Abbad bin Bisyr yang berada pada satu kelompok.

     Karena Abbad melihat Ammar sedang kelelahan, ia menyuruh Ammar agar tidur terlebih dahulu pada awal malam, sedangkan ia akan berjaga terlebih dahulu. Bila Ammar telah cukup istirahat, Ammar akan menggantikannya berjaga. Abbad melihat bahwa lingkungan di sekelilingnya aman. Ia berpikir, mengapa tidak mengisi waktunya dengan melakukan shalat, hingga pahala yang akan diperoleh akan berlipat? Ia pun bangkit menunaikan shalat malam.

     Saat ia sedang berdiri membaca sebuah surat dari Al-Qur’an setelah Al-Fatihah, tiba-tiba sebuah anak panah menancap di pangkal lengannya. Ia mencabut anak panah itu dan tetap meneruskan shalatnya. Tidak lama setelah itu, sebuah anak panah kembali melukai tubuhnya dalam kegelapan malam itu. Ia mencabutnya dan mengakhiri bacaannya.

     Setelah itu ia rukuk dan sujud, sedangkan tenaganya telah lemah karena menahan rasa sakit dan kelelahan. Saat sujud, ia mengulurkan tangannya ke kawannya yang sedang tidur di sampingnya dan menarik-nariknya hingga terbangun. Ia bangkit dari sujudnya dan membaca tasyahud, lalu menyelesaikan shalat.

     Ammar terbangun saat mendengar suara kawannya yang terputus-putus menahan rasa sakit, “Gantikanlah aku berjaga karena aku terluka.” Ammar langsung melompat dari tidurnya hingga menimbulkan kegaduhan dan kepanikan yang membuat takut musuh yang menyelinap. Mereka melarikan diri, sedangkan Ammar menghampiri Abbad seraya berkata, “Maha Suci Allah! Mengapa saya tidak dibangunkan ketika kamu dipanah yang pertama kali?

     Abbad menjawab, “Ketika aku sedang shalat tadi, aku membaca beberapa ayat Al-Qur’an yang sangat mengharukan hatiku, sehingga aku tidak ingin memutuskan bacaannya. Demi Allah, kalau bukan karena takut menyia-nyiakan pos yang ditugaskan Rasulullah kepada kita, sungguh aku lebih suka mati daripada memutuskan bacaan ayat-ayat yang sedang kubaca.

     Abbad sangat loyal dan cinta kepada Allah, Rasulullah, dan agamanya. Kecintaannya itu memenuhi segenap perasaan dan seluruh kehidupannya. Sejak Nabi berpidato dan mengarahkan pembicaraannya kepada kaum Anshar, ia termasuk salah seorang di antara mereka. Sabda beliau itu ialah, “Wahai golongan Anshar, kalian adalah orang-orang khusus, sedangkan golongan lain adalah masyarakat umum. Jadi, tidak mungkin aku dilukai oleh pihak kalian.

     Sejak saat itu, yakni setelah Abbad mendengar ucapan ini dari Rasulullah, dari guru dan pembimbingnya kepada Allah, ia rela menyerahkan harta benda nyawa dan hidupnya di jalan Allah dan Rasulullah. Karena itulah, kita menemukan dia di arena pengorbanan dan di medan laga muncul sebagai orang pertama. Sebaliknya, di waktu pembagian keuntungan dan harta rampasan, ia sulit ditemukan.

     Ia selalu rajin beribadah yang tenggelam dalam kekhusyukannya. Ia seorang pahlawan yang gigih dalam berjuang. Ia seorang dermawan yang sibuk dengan kemurahan hatinya. Ia seorang Mukmin sejati yang telah membaktikan kehidupannya untuk keimanan.

     Ummul Mukminin Aisyah pernah berkomentar tentang dirinya, “Ada tiga orang Anshar yang keutamaannya tidak dapat ditandingi oleh seorang pun, yaitu Sa’ad bin Mu’adz, Usaid bin Al-Hudhair, dan Abbad bin Bisyr.

     Orang-orang Islam angkatan pertama mengetahui bahwa Abbad seorang tokoh yang selalu disertai cahaya dari Allah. Pandangan hatinya tajam dan bercahaya. Ia dapat mengetahui tempat-tempat yang baik dan meyakinkan tanpa mencarinya dengan susah-payah. Bahkan, kepercayaan para shahabatnya mengenai cahaya yang menyertainya itu sampai pada batas yang membuat mereka bisa melihatnya dengan indera dan berubah dalam wujud materi. Mereka sepakat bahwa bila Abbad berjalan pada kegelapan malam, ia memancarkan berkas-berkas cahaya dan sinar yang menerangi jalan yang akan dilaluinya.

     Dalam peperangan menghadapi orang-orang murtad sepeninggal Rasulullah, Abbad memikul tanggung jawab dengan keberanian yang tidak ada taranya. Dalam Pertempuran Yamamah di mana kaum Muslimin menghadapi bala tentara yang paling kejam dan paling berpengalaman di bawah pimpinan Musailamah Al-Kadzab, Abbad melihat bahaya besar yang mengancam Islam. Semangat pengorbanan dan kepahlawanannya menunjukkan peran sesuai dengan tugas yang dibebankan oleh keimanannya dan meningkatkan ke taraf yang sejajar dengan kesadarannya terhadap bahaya tersebut. Ia bertarung sebagai prajurit yang berani mati yang tidak memiliki keinginan selain gugur syahid.

     Sehari sebelum Pertempuran Yamamah dimulai, Abbad mengalami suatu mimpi yang tidak lama setelah itu takwilnya diketahui secara gamblang dan terjadi di arena pertempuran sengit yang diterjuni oleh kaum Muslimin. Marilah kita panggil seorang shahabat mulia, Abu Sa’id Al-Khudri, untuk menceritakan mimpi yang dilihat oleh Abbad tersebut beserta takwilnya, termasuk sepak terjangnya yang mengagumkan dalam pertempuran yang berakhir dengan kesyahidannya itu.

     Abu Sa’id menuturkan, “Abbad bin Bisyr mengatakan kepadaku, ‘Wahai Abu Sa’id, semalam aku bermimpi melihat langit terbuka untukku, kemudian tertutup lagi. Aku yakin bahwa takwilnya—insya Allah—aku akan menemui kesyahidan.’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, itu adalah mimpi yang baik.

     Aku melihatnya pada waktu Perang Yamamah berseru kepada orang-orang Anshar, ‘Pecahkan sarung pedang kalian dan tunjukkan kelebihan kalian.’ Ia langsung menyerbu bersama 400 orang yang semuanya berasal dari golongan Anshar hingga sampailah mereka ke pintu kebun, lalu bertempur dengan gagah berani.

     Ketika itu Abbad menemui kesyahidan. Semoga Allah menyayanginya. Aku melihat wajahnya penuh dengan bekas sabetan pedang, dan aku hanya mengenalinya dengan melihat tanda yang terdapat pada tunuhnya.

     Demikianlah, Abbad menempati peringkat atas dalam memenuhi kewajibannya sebagai seorang Mukmin dari golongan Anshar, yang telah berbaiat kepada Rasulullah untuk membaktikan hidupnya bagi Allah dan gugur syahid di jalan-Nya.

     Ketika pada awal pertempuran ia melihat angin kemenangan berpihak kepada musuh, ia segera teringat wasiat Rasulullah terhadap kaumnya golongan Anshar, “Kalian adalah orang-orang khusus, sehingga tidak mungkin aku dilukai oleh pihak kalian.

     Ucapan itu memenuhi rongga dada dan hatinya, hingga seolah-olah sekarang ini Rasulullah masih berdiri, mengulang kata-kata tersebut. Abbad merasa bahwa seluruh tanggung jawab peperangan itu hanya berada di atas bahu golongan Anshar semata atau di atas bahu mereka sebelum golongan lainnya. Karena itu, ia naik ke atas sebuah bukit lalu berseru, “Wahai golongan Anshar, pecahkanlah sarung pedang kalian. Tunjukkanlah keistimewaan kalian daripada orang lain.

     Ketika seruannya dipenuhi oleh 400 orang pejuang, Abbad bersama Abu Dujanah dan Al-Bara’ bin Malik mengerahkan mereka ke taman kebun maut, yaitu taman yang digunakan oleh Musailamah sebagai benteng pertahanan. Pahlawan besar itu pun berjuang sebagaimana layaknya seorang lelaki, seorang Mukmin, dan seorang Anshar.

     Pada hari yang mulia itu, Abbad pergi menemui kesyahidannya. Ternyata benar apa yang dilihatnya dalam mimpi tadi malam. Bukankah ia melihat langit yang terbuka, kemudian setelah ia masuk ke celahnya yang terbuka itu dan tiba-tiba langit menyatu dan tertutup kembali? Mimpi itu ditakwilkannya bahwa pertempuran yang akan terjadi rohnya akan naik ke haribaan Penciptanya.


     Mimpi itu benar dan penakwilannya juga benar. Pintu-pintu langit telah terbuka untuk menyambut roh Abbad bin Bisyr dengan gembira, sebagai seorang tokoh yang selalu disertai cahaya dari Allah.




▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
الحمد لله رب العالمين
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

0 komentar:

Copyright @ 2014 Rotibayn.

Design Dan Modifikasi SEO by Pendalaman Tokoh | SEOblogaf